Top Down Structure : Solusi untuk Sempitnya Lahan Kota di Hanoi, Vietnam
Umum
Permasalahan sempit dan mahalnya lahan menjadi momok hampir di semua kota-kota besar di seluruh dunia. Tak lain halnya dengan di Hanoi, Vietnam. Baganusa Dayaprima sebagai konsultan struktur diminta untuk menggunakan berbagai alternatif metode pelaksanaan yang dapat menanggulangi permasalahan konstruksi yang terjadi demi membangun Apricot Hotel, Vietnam.
Bangunan hotel ini berada di kawasan padat di pusat kota Hanoi dan termasuk daerah
heritage. Tapak bangunan adalah bekas bangunan tua, di sebelah kiri dan kanan serta
belakangnya berbatasan dengan bangunan tua berlantai dua peninggalan kolonial Perancis. Dengan kondisi luas lahan sangat terbatas dan harga tanah di kawasan ini sangat mahal, arsitek memanfaatkan lahan semaksimal mungkin sehingga membutuhkan basement yang cukup dalam. Basement dirancang sebanyak 5 lapis sedalam 16.4 m di bawah muka tanah asli.
Jarak dinding bangunan hotel ini dengan dinding bangunan tetangga sangat dekat dan
bervariasi, yakni mulai dari 30 cm ( jarak bersih ) sampai dengan 50 cm. Hotel tidak
memiliki halaman karena langsung berbatasan dengan trotoar maka yang menjadi
halaman adalah trotoar itu sendiri. Lihat Gambar 1.
Basement tidak digunakan untuk parkir mobil, karena tidak memungkinkan untuk membuat ramp. Lantai basement 1 sampai dengan basement 4 digunakan untuk entertainment dan lantai basement 5 untuk parkir sepeda motor. Untuk mencapai lantai basement 5 sepeda motor diturunkan dengan lift khusus. Dengan kondisi lahan seperti itu, maka pelaksanaan konstruksi basement tidak bisa dilakukan dengan cara galian terbuka (open cut) tanpa dinding penahan tanah. Pilihan jenis dinding penahan tanah harus dikaitkan dengan denah arsitektur yang memanfaatkan lahan
semaksimal mungkin. Pilihan yang paling sesuai adalah dinding penahan tanah
DIAPHRAGM WALL (DW). DW selain berfungsi sebagai dinding penahan tanah
selama masa konstruksi juga akan berfungsi sebagai dinding basement selama umur
layanan bangunan.
Dinding penahan tanah tidak menggunakan sistem kantilever, mengingat tinggi
keseluruhan galian akan menjadi 16.4 m sehingga akan membahayakan bangunan di
sekitarnya akibat penurunan yang timbul karena defleksi horizontal. DW harus ditahan
selama masa konstruksi, biasanya menggunakan penopang horizontal (struts) antara DW ke DW. Apabila menggunakan strut konvensional, maka diperlukan dimensi rangka strut yang besar sehingga tidak ekonomis dan menyulitkan pelaksanaan. Oleh karena itu, pelat lantai, balok, dan kolom struktur, khususnya lantai 1 ke bawah dimanfaatkan sebagai strut.
Bagian DW yang paling efektif ditahan adalah bagian atas, maka dalam pelaksanaan
bagian atas harus ditahan terlebih dahulu. Dengan demikian, setelah pelaksanaan DW, lantai 1/ lantai dasar adalah bagian yang dilaksanakan paling pertama agar bisa menahan DW disebelah atas, baru kemudian turun kebawah, membangun lantai basement 1, kemudian basement 2 dan seterusnya sampai ke basement 5.
Pelaksanaan basement yang dimulai dari lantai dasar/ muka tanah, kemudian ke bawah
disebut juga sistem TOP-DOWN.
Ada tiga komponen struktur yang mengambil peranan penting dalam perencanaan
struktur dengan metode top-down ini, yaitu Rangka/Frame struktur bangunan,
Diaphragm Wall, Tiang bor ukuran besar dan Kolom King Post.
Code Of Practice
Perencanaan struktur hotel ini mengacu kepada Building Code of Vietnam volume I,II and III. Vietnamese Seismic Design Standard TCXVN 375 : 2006, ACI 318-2002, dan UBC 1997 Volume 2. Proyek ini berlokasi di Hoan Kiem District, Hanoi dan Peak Ground Acceleration nya adalah = 0.0892*g dengan periode gempa 500 tahun, ground type A (TCXDVN 375:2006 atau Eurocode 8).
Nilai PGA ini lebih rendah dari nilai Z dari Zone 2A (the Uniform , Building Code 1997, Vol. II: Z=0.015). Oleh karena itu UBC:1997, zone 2A dapat digunakan untuk analisa gempa proyek ini.
Rangka/Frame struktur bangunan
Pentahapan pelaksanaan konstruksi sangat mempengaruhi perancangan model rangka struktur, seperti dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
Urutan pelaksanaan konstruksi
secara garis besar, Urutan pelaksanaan konstruksi adalah sebagai berikut :
- Pemasangan DW disekeliling bangunan sesuai desain.
- Pembuatan bored pile atau barrette pile.
- Kolom king-post sudah dipasang bersamaan dengan bored pile.
- Pelaksanaan lantai 1/ lantai dasar.
- Pelaksanaan ke bawah, lantai besmen 1.
- Setelah basement 1 dan lantai 1 selesai, pelaksanaan keatas bisa dimulai
hingga lantai 2. - Dari basement 1 pelaksanaan ke bawah menuju basement 2.
- Setelah basement 2 selesai, pelaksanaan ke struktur atas bisa sampai lantai 3
dan ke bawah melaksanakan basement 3. - Setelah basement 3 selesai, pelaksanaan dilanjutkan ke basement 4, sementara
itu struktur atas bisa dilaksanakan sampai lantai 4. - Setelah basement 4 selesai, pelaksanan dilanjutkan ke basement 5, dan struktur
atas bisa dikerjakan sampai lantai 5.
Dengan demikian, pelaksanaan konstruksi ini bukan saja top-down tetapi juga bottom-up karena pada tahap top-down mencapai basement 1, pelaksanaan lantai atas sudah bisa dilaksanakan sampai lantai 2. Dengan catatan beban hidup dan
finish seperti dinding bata dan marmer belum diperhitungkan.
Untuk Mempelajari lebih jauh setiap tahapannya dan bagaimana setiap elemen struktur dirancang, berikut ini adalah file pdf yang ditulis Ir. Zainil Zein dalam rangka pengajuan sertifikasi Ahli Utama dari ATAKI (Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia).
Semoga bermanfaat untuk para Civil engineer khususnya structural engineer yang sedang mencari alternatif lahan bangunan yang sempit.